Hukum

Takut Diproses Hukum, Pemilik Toko HP di Banyuwangi Diperas Rp150 Juta oleh Oknum Pengacara

 Takut Diproses Hukum, Pemilik Toko HP di Banyuwangi Diperas Rp150 Juta oleh Oknum Pengacara

BANYUWANGI - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa ES pengacara tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) Polresta Banyuwangi dengan Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman hukuman kurungan penjara maksimal 9 tahun. Hal tersebut diutarakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Ketut Gde Dame Negara dalam sidang di pengadilan negeri setempat yang berlangsung, Kamis (3/10/2024).

"ES didakwa melakukan tindakan melakukan pemerasan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain," kata Ketut.

Dijelaskan kasus ini terjadi pada 6 April 2024 lalu. ES tertangkap tangan melakukan pemerasan kepada pemilik toko hp, pria berinisial FZA. Kasusnya bermula pada 26 April 2024 saat FZA menjual hp jenis Iphone 13 Pro Max kepada Spy alias Pj dengan harga Rp 12,7 juta. Spy saat itu datang ke konter FZA di Desa Setail, Kecamatan Genteng, bersama anaknya.

Pada tanggal 1 Juno 2024, anak Spy kala itu kembali ke toko dengan keluhan handphone yang baru dibelinya itu rusak dengan kondisi layar blank. Dia meminta garansi. Namun saat dimintai keterangan penyebab layar blank anak Spy tidak memberikan keterangan secara jelas. FZA pun tidak begitu merespon.

Tak terima Spy dan keluarga kemudian melaporkan FZA ke polisi. Dia juga menunjuk ES sebagai pengacara. Dari sinilah kasus pemerasan itu terjadi.

Pengacara berinisial ES itu meminta uang Rp 150 juta kepada FZA dengan dalih untuk berdamai agar kasusnya tak diteruskan ke ranah hukum yang lebih jauh.

Kuasa Hukum FZA, Nanang Slamet mengatakan, korban tidak hanya diperas melainkan juga diancam jika tidak menuruti permintaan oknum pengacara.

"Disitu oknum itu, mengancam kepada klien saya jika tidak mau diproses hukum maka sediakan denda pidana senilai Rp 150 juta,” ungkapnya.

Karena ketakutan, korban berusaha keras mencari uang berharap kasusnya segera selesai. Pertama, korban memberikan uang sebesar Rp 20 juta kepada oknum pengacara tersebut di kantor advokatnya.

Selang beberapa hari, korban terus diteror agar melunasi sisa uang yang diminta. Akhirnya, korban berinisiatif untuk meminta tolong dan juga meminta pendampingan atas persoalan yang menimpanya.